• FYI

    24 March 2024

    SMPN 8 Jogja: Eks MULO yang Jadi Saksi Bisu Pelantikan Jenderal Sudirman


    Jogja dikenal sebagai Kota Pelajar. Ada banyak jejak sejarah pendidikan dari era kolonial di Kota Jogja, salah satunya di SMPN 8. Seperti apa kisahnya? SMPN 8 yang berlokasi di Jalan Kahar Muzakir, Terban, Gondokusuman, Jogja, ternyata pernah menjadi Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau SMP era pemerintah kolonial Belanda. Pembangunan sekolah ini berkembang karena penerapan politik etis pemerintah kolonial di Jogja.

    "Pendidikan di masa Eropa itu kaitannya dengan politik etis pada tahun 1901, untuk membalas budi bagaimana sebelum abad ke-20 banyak dilakukan pemerasan. Kemudian dibangunlah beberapa sekolah dan juga beberapa tingkatan sekolah, ada SD, SMP, SMA, kuliah pun juga ada, sekolah teknik pun juga ada. Tapi, sekolah untuk Belanda dan sekolah untuk pribumi itu dibedakan karena mereka takut kalau pribumi itu bisa mengimbangi status sosial atau intelektual," kata Pamong Budaya Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Yunanto Eka Prabowo saat ditemui di Kantor Dinas Kebudayaan Jogja, Jumat (3/11/2023).

    Perbedaan antara siswa pribumi dengan keturunan Eropa ini menimbulkan diskriminasi dalam proses studi. Diskriminasi itu juga berdampak pada lama studi bagi siswa pribumi dan keturunan Eropa.

    "Sekolah di pribumi itu kembali lagi ya HIS atau ELS, itu sebenarnya sama-sama 7 tahun. Kemudian setelah HIS setara SD itu nanti ke MULO setingkat SMP, dari MULO ke AMS setingkat SMA. Nah MULO tiga tahun AMS tiga tahun jadi total 13 tahun iya kan (untuk pribumi)," terangnya.

    "Nah kalau untuk (keturunan) Belanda setelah ELS (Europe Lagere School), (langsung) HBS (Hoogere Burgershool) sudah selesai. HBS lima tahun, HBS itu setara SMP dan SMA jadi satu. Jadi total 12 tahun. Karena setelah lulus mereka kan bekerja, pada waktu itu kampus atau universitas itu kan terbatas," sambung Yunanto.

    SMPN 8 Eks MULO yang Masih Eksis

    Yunanto menuturkan pembangunan MULO di Jogja terhitung lebih baru dibandingkan dengan di kawasan lainnya. Dia menyebut pada peta Kotabaru pada tahun 1935 sudah terlihat bangunan MULO.

    "Kalau MULO di Kotabaru itu menurut saya itu baru, dibandingkan MULO di daerah lain. Karena Kotabaru kan juga wilayah yang baru, permukiman yang baru zaman Belanda. Di peta (tahun) 1925 itu belum ada MULO di Kotabaru, baru ada di tahun 1935 itu sudah tergambar jelas bangunan MULO seperti apa di Kotabaru. Tapi karena tahun 1935 itu mungkin sekitar 10 tahun setelah pembangunan Kotabaru, sekitar-sekitarnya sudah mulai terbangun permukiman-permukiman pribumi, akhirnya didirikanlah MULO untuk sekolah pribumi," jelasnya.

    Dia menyebut SMPN 8 merupakan salah satu gedung eks MULO yang masih eksis hingga saat ini. Status bangunan SMPN 8 itu pun sudah ditetapkan menjadi cagar budaya sejak 2007 lewat SK Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM25/PW.007/MKP/2007.

    "Jadi Disbud untuk mengupayakan MULO tetap ada itu salah satunya adalah DED, mungkin monitoring juga. Tahun kemarin (2022) dilakukan DED, kita melakukan identifikasi bagian mana yang rusak," kata Yunanto.

    Saksi Bisu Pelantikan Jenderal Sudirman Sebagai Panglima TKR

    Dikutip dari situs SMPN 8, gedung ini mulanya digunakan untuk MULO atau sekolah tingkat pertama (SMP) dengan pengantar Bahasa Belanda. Sekolah ini didirikan Neutrale Onderwijs Sticthing (Yayasan Netral).

    Pada masa pendudukan Jepang, 1 April 1943, gedung ini digunakan sebagai Sekolah Guru Putri (SGP) atau SGB II di bawah pimpinan adik Dr Sutomo, Sri Umiyati.

    Tak hanya itu, gedung SMPN 8 juga pernah menjadi saksi bisu sejarah militer Indonesia. Konferensi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang digelar pada 12 November 1945 di Markas Tertinggi TKR, kini Gedung Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama.

    Dalam konferensi itu menyatakan Kolonel Sudirman naik jabatan menjadi Jenderal Sudirman dan menjadi pimpinan tertinggi Panglima TKR. Lalu Letnan Jenderal Sumoharjo sebagai Kepala Staf Umum. Pelantikan Jenderal Sudirman ini dilakukan Presiden Sukarno di Aula Gedung SGP pada 18 Desember 1945.


    Cagar Budaya di SMPN 8

    Pengolah Data dan Informasi SMPN 8 Jogja, Wahyu Widodo (50) membenarkan tentang kedatangan pihak Dinas Kebudayaan untuk melakukan identifikasi terhadap bangunan sekolah itu. Ada beberapa hal yang menjadi catatan untuk Disbud.

    "Ya pernah didatangi sampai daun pintu yang lama itu dicatat ini sejarah jangan diganti harus kek gini semua," katanya saat ditemui di Aula SMPN 8 Jogja, Senin (6/11).

    "Nggak mesti datang (dari Dinas Kebudayaan), kalau ada pembaruan dari sana untuk update data pasti didatangi," imbuhnya.

    Wahyu menerangkan bangunan yang menjadi cagar budaya adalah bangunan utama yang memanjang dari barat ke timur. Saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai kelas 9.

    "Yang bangunan kelas 9 ini itu gedung utama untuk cagar budaya sebenarnya yang lain bukan (cagar budaya). Gedung nya dulu cuma ini, kan dulu ini asrama untuk putri sekolah MULO, itu yang didirikan oleh Belanda sebagian asrama sebagian ruang kelas," ucap Wahyu.

    Menurut catatan sejarah, ruang aula di SMP 8 Jogja juga sempat dijadikan sebagai tempat pelantikan Jenderal Soedirman yang kala itu berpangkat Kolonel.

    "Waktu mau perang gerilya, itu di sini. Tapi itu nggak ada dokumentasinya. Adanya cuma itu (nunjuk foto). Tapi dulu sejarahnya bahwa dilantik di sini," terang Wahyu.

    Sebagai bangunan eks kolonial, SMPN 8 Jogja juga memiliki gaya arsitektur khas Indis. Hal itu terlihat pada lampu, kaca, gagang pintu hingga model jendela yang tinggi besar.

    Wahyu mengatakan bangunan SMPN 8 Jogja terbilang kokoh meski sudah tua. Dia mencontohkan gempa Jogja pada 2006 silam tak banyak kerusakan di gedung sekolah negeri itu.

    "Waktu gempa 2006 bangunan ini tidak ada semennya lho cuma gamping sama tanah liat wong ini nggak ada besinya di pojok-pojok nggak ada. Yang ambrol (runtuh) malah bangunan baru di sebelah selatan, waktu gempa hanya genteng dya melorot padahal di sebelah lain genteng bolong. Orang Telkom yang masang kabel itu kaget, bisa seawet ini cagak e (tiangnya) ra bakal (nggak mungkin) mleyot," tambahnya.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Alumni SMPN 8

    Selain terkenal akan nilai sejarahnya, SMPN 8 Jogja juga berhasil mencetak lulusan yang menjadi orang besar di negeri ini. Salah satunya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    "Saya bisa menemukan Kapolri (Listyo Sigit) sekarang juga dari sini, dia kan alumni sini. Jadi waktu itu saya didatangi dua reserse dari Mabes (Polri) ketoke (sepertinya) dokumennya ada (lulusan SMPN 8 Jogja), Pak Haryadi Suyuti (eks Wali Kota Jogja) juga alumni sini, terus Anggito Abimanyu juga alumni sini, (pengacara kondang) Adnan Buyung Nasution alumni sini yang sudah meninggal itu to," terang Wahyu.

    Artikel ini ditulis oleh Mahendra Lavidavayastama dan Galardialga Kustanto Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.
    Tautan: detik.com (13/11/2023)

    No comments:

    Post a Comment

    Berita

    Parenting

    Sejarah